Surabaya – Nur Heni Solekah, seorang wanita berusia 35 tahun, mengalami reaksi alergi yang menyakitkan dan sesak napas yang diduga disebabkan oleh suntikan pereda nyeri santagesik saat dirawat di IGD RS Gatoel Mojokerto. Suaminya, Hery Santoso (40), merasa sangat marah dan melaporkan dokter di IGD RS Gatoel ke Polres Mojokerto Kota dengan tuduhan malapraktik. Hery mengungkapkan bahwa istrinya terus mengalami efek samping yang tidak diinginkan akibat suntikan pereda nyeri santagesik tersebut.
Kisah ini dimulai ketika Heni datang ke IGD RS Gatoel pada hari Minggu (24/9) sekitar pukul 08.30 WIB karena mual dan muntah. Pada saat itu, dia hanya meminta suntikan obat pereda mual, muntah, dan Vitamin C, yang biasanya membantunya pulih. Namun, menurut Hery, tanpa sepengetahuannya, Heni juga disuntik dengan pereda nyeri santagesik. Setelah suntikan tersebut, Heni langsung mengalami reaksi alergi seperti gatal-gatal di seluruh tubuh, wajah yang membengkak, detak jantung yang meningkat, dan kesulitan bernapas.
Heni segera protes terhadap keputusan dokter yang memberikan suntikan pereda nyeri santagesik tanpa menanyakan riwayat alergi yang jelas. Dia telah lama memiliki alergi terhadap santagesik ini. Selanjutnya, dokter memberikan suntikan obat antialergi yang membantu meredakan gatal-gatal, pembengkakan wajah, detak jantung yang tidak stabil, dan sesak napas.
Namun, di siang hari ketika Heni berada di Malang, gejala alergi tersebut kembali muncul, termasuk gatal-gatal, sesak napas, dan detak jantung yang meningkat. Maka, Heni harus segera dibawa ke RSUD Lawang, di mana dokter menyuntikkan obat antialergi lagi. Meski merasa lebih baik, dokter menyarankan agar Heni tetap dirawat jika gejalanya kembali muncul.
Ketika Heni kembali ke Mojokerto pada sore hari, gejala gatal-gatal, sesak napas, dan detak jantung yang tidak stabil kembali muncul. Oleh karena itu, suaminya membawanya ke RS Gatoel untuk diopname. Pada hari berikutnya, yaitu Senin (25/9), Hery melaporkan dokter di IGD RS Gatoel ke Polres Mojokerto Kota dengan tuduhan malapraktik.
Saat ini, Hery mengatakan bahwa kondisi istrinya sudah mulai membaik. Sesak napas sudah tidak dirasakan, dan gatal-gatal yang sebelumnya melanda seluruh tubuhnya sudah berkurang, hanya masih terasa di tangan dan punggung.
Hery mengungkapkan bahwa istrinya dipulangkan secara paksa dari RS Gatoel pada Senin (25/9) sekitar pukul 15.00/16.00 WIB. Sebelum pulang, Heni diberikan antibiotik dalam bentuk ampul dan obat untuk meredakan gatal, serta obat untuk masalah lambung yang harus diminum di rumah.
Namun, sekitar satu jam setelah pulang, perwakilan RS Gatoel datang untuk menjenguk Heni. Mereka datang untuk bersilaturahmi dan meminta maaf atas kejadian tersebut. Hery menyatakan bahwa dia sebagai manusia wajib memberi maaf, tetapi urusan hukum adalah urusan terpisah, dan proses hukum akan tetap berjalan sesuai laporan yang diajukannya.
Pada malam harinya, sekitar pukul 21.30 WIB, Heni kembali mengeluhkan gatal-gatal dan sedikit sesak napas. Maka, Hery membawanya ke RS Reksa Waluya di Jalan Majapahit, Kota Mojokerto. Di sana, dokter memberikan suntikan obat antialergi, obat pereda gatal, dan obat penenang kepada Heni. Dokter juga mencatat bahwa kecemasan mungkin menjadi penyebab sedikit sesak napas yang dialami Heni.
Sementara itu, Humas RS Gatoel, Aryo, belum dapat memberikan klarifikasi resmi terkait masalah ini. Mereka memilih untuk mengikuti proses hukum yang sedang berjalan di Polres Mojokerto Kota setelah menerima laporan dari Hery. Aryo menyatakan bahwa mereka akan memberikan informasi lebih lanjut jika ada perkembangan lebih lanjut atau jumpa pers. (sakban)